Thursday, August 25, 2005


Mempertanyakan Takdir atau Kebetulan

Judul: 170.8 FM Radio Negeri Biru
Penulis: FX Rudy Gunawan
Penerbit: Gagas Media
Cetakan: I, Februari 2004
Tebal: viii + 275 halaman


NOVEL yang murung. Mungkin hal itu yang bisa menggambarkan isi dari buku ini. Kisahnya sendiri menceritakan hidup seorang debt collector bernama Hakiki. Perjalanan hidupnya yang penuh kebetulan menjadi pertanyaan besar bagi dirinya. Apakah takdir itu juga sebuah kebetulan belaka. Apakah akibat perkelahian, namun karena salah satu lawannya adalah anak pejabat tinggi telah membuatnya meringkuk di penjara selama sembilan bulan sebuah takdir atau sebuah kebetulan.
Takdir dan kebetulan, penjara dan kekerasan, rupanya menjadi alur yang terus berlangsung dari awal hingga berakhirnya kisah Hakiki dan Pak Agung Ridwan-pengamen tua di Kampung Rambutan yang biasa disebut AR. Riwayat AR yang dilukiskan sebagai salah satu korban kekerasan di Tebing Tinggi, Agustus 1965 hingga akhirnya lolos dari pembunuhan, dan akhirnya terdampar di Terminal Kampung Rambutan sebagai pengamen tua merupakan simbol penindasan dan kekerasan.
Pertemuan Hakiki dengan Dio, seorang penyiar yang hedonis, juga diawali dari acara yang dibawa Dio yang mengulas tentang kebahagiaan. Melalui hadiah voucher kebahagiaan, keabsurdan kebahagiaan dianggap sebagai "biang kerok" yang justru menjadi pemicu bertemunya tokoh-tokoh utama dalam sebuah acara on air di Radio JNKFM. Hakiki yang selalu meminta dipanggil "Hak", Dio yang mulai berubah dalam mencerna kehidupan, dan Pak AR yang menghilang atau sengaja dihilangkan setelah acara on air-nya ibarat cermin kehidupan yang serba kebetulan. Atau takdir masing-masing tokoh yang sudah demikian.
Secara keseluruhan ada kesan terburu-buru penulis dalam memberi roh di setiap tokoh maupun dalam alur cerita. Meskipun demikian, latar belakang sejarah Indonesia yang murung dibumbui dengan nilai-nilai humanis memang cukup memberi makna dengan yang dihadapi masyarakat Indonesia kontemporer. Harapan sebuah negeri biru-seperti yang diimpikan Putri dan Pak AR-yang penuh ketenangan adalah simbol impian masyarakat Indonesia yang bimbang dalam membedakan mana yang menjadi garis nasib atau takdir dan mana yang kebetulan. (Eki/Litbang Kompas)